Kisah Inspiratif dari Desa Sukalaksana

takken by Dheeana

sumber koleksi Dheana

Dheana dan Neng

Desa Sukalaksana

Seorang akan tau arti sesuatu jika dia sudah menghilang

 

Sudah 1 tahun 5 bulan pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia. Sudah selama itu juga saya mengikuti PJJ yaitu Pembelajaran Jarak Jauh. Sebuah sistem yang diadakan pemerintah karena kegiatan belajar yang tak bisa dilaksanakan secara langsung. Sebagai seorang siswi yang duduk di bangku SMA, pandemi ini cukup berat untuk saya.

Sulit untuk saya beradaptasi dengan keadaan yang berubah secara tiba-tiba ini. Saya yang terbiasa bangun di pagi hari, lalu bersiap-siap untuk pergi ke sekolah dan mendengarkan materi yang disampaikan guru secara langsung terpaksa harus belajar di rumah. Tidak hanya sekali saya merasa tak memiliki motivasi untuk bersekolah dan menuntut ilmu. Saya juga sering merenungkan akan kapan pandemi COVID-19 ini segera berakhir sehingga saya dapat pergi ke sekolah seperti biasa. Namun, dikala saya merenungkan hal tersebut saya malah teringat akan pengalaman saya saat mengunjungi sebuah desa di Kabupaten Garut, Desa Sukalaksana namanya.

2 tahun lalu, lebih tepatnya tahun 2019 saya dan keluarga memutuskan untuk mengunjungi sebuah desa di Kabupaten Garut untuk pergi dari penatnya perkotaan. Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami sekeluarga akhirnya sampai di balai desa tersebut. Namun, untuk sampai ke pemukiman dimana para penduduk tinggal, kami diharuskan untuk menaiki sebuah truk. Pemukiman itu berada diatas, sedangkan balai desa tersebut berada dibawah. Selain jaraknya yang cukup jauh, jalanan menuju ke pemukiman juga cukup curam dan berbatu.

Sepanjang perjalanan menanjak ke atas, kami melewati hutan yang cukup rimbun. Walaupun siang itu matahari cukup terik akan tetapi, dengan banyaknya pepohonan yang kami jumpai suasananya tak terasa panas. Kondisi jalanan menuju pemukiman membuat truk sesekali terguncang.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kami melihat seorang anak perempuan. Rupanya dia  seorang siswi sekolah dasar, terlihat dari seragam atasan putih dan rok berwarna merah yang dikenakan. Gadis mungil tersebut berjalan perlahan di samping truk yang kami tumpangi. Keringat sebesar beras mengucur di dahi dan pangkal alisnya, Ia terlihat sangat kelelahan, bola matanya yang berwana kecoklatan seakan berbicara akan banyak cerita seharian aktifitasnya.

Beberapa saat kemudian truk yang kami tumpangi melambat. Terdengar suara supir truk menawarkan tumpangan pada si anak. Dengan senang hati ia mengangguk dan ikut menaiki truk yang kami tumpangi. Tubuh mungil Eneng, nama bocah tersebut kemudian terduduk didekat saya.

Mengetahui keadaan jalanan yang cukup curam dan berbatu serta berada di tengah hutan, muncul beberapa pertanyaan di benak saya. Sesaat kemudian saya pun memberanikan diri bertanya.

“Sudah kelas berapa neng?,” “Kelas 6 SD,” jawabnya singkat. Kemudian, saya juga bertanya “Setiap hari jalan kaki ke sekolah?”, “ia,” jawabnya singkat.  Selanjutnya siswi SDN 2 Sukalaksana ini menjelaskan bahwa setiap harinya menghabiskan waktu selama 2,5 jam untuk pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Mendengar cerita jujurnya saya cukup terkejut. Anak usia sekolah dasar harus berjalan kaki ribuan meter untuk menuntut ilmu. Suatu peristiwa langka dan tidak pernah terbayangkan bagi anak usia sekolah, apalagi di ibu kota dengan segala fasilitas yang ada. Dalam hati terbesit rasa syukur kepada sang Pencipta.

Eneng kemudian melanjutkan cetitanya, bahwa sesekali ia lelah namun bersekolah bukanlah kesempatan yang bisa dilewati. Mendengar jawabannya akan pertanyaan yang saya lontarkan tadi, membuat saya terinspirasi akan rasa semangatnya untuk bersekolah dan menuntut ilmu. Saya terkagum dengan kegigihannya, karena kalimat yang diucapkan terdengar optimis. Padahal jika membayangkan posisinya, mungkin saya tak sanggup.

Bertahan selama dua tahun

Hingga dua tahun kemudian, saya masih mengingat pengalaman tersebut. Pertemuan saya dengan Eneng seorang siswi Sekolah Dasar Negeri Sukalakasan, Kabupaten Garut yang memiliki semangat untuk menuntut ilmu walau harus menempuh perjalanan yang cukup panjang.

Perjuangan siswi tersebut menjadi pengingat tersendiri agar selalu bersyukur dan senantiasa gigih dalam menuntu ilmu. Walau tak bisa pergi ke sekolah secara langsung, saya akan berusaha untuk tetap bersemangat menuntut ilmu seperti siswi tersebut. Semoga cerita kecil saya ini dapat menginspirasi siswa/ siswi lainnya di Indonesia. Cerita seperti di Novel Laskar Pelangi ternyata tidak hanya terjadi di luar pulau Jawa atau daerah terluar terdepan dan tertinggal lainnya di Indonesia, melainkan masih banyak juga terjadi dipulau jawa, atau sekitar kota kota besar lainnya di Indonesia.

Selain selalu bersyukur selepas pertemuan dengan Neng, Saya juga dalam hati selalu berdoa dan berharap jika ada Neng-neng lainnya di seantero Indonesia ini, maka sudah sepantasnya dan selayaknya mereka dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya agar cita-cita dan mimpinya tercapai.

 

Dheana Arya Triapsari

XI IPA 4